oleh Karunia Valeriani Japar          


foto niaPenyakit kronik adalah penyakit yang berdurasi lama, tidak membaik secara spontan dan jarang sampai mencapai kesembuhan total. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dalam kedokteran, banyak pasien penderita penyakit kronik dapat hidup lebih lama , namun apakah pasien-pasien tersebut memiliki kualitas hidup yang baik? Mungkin pada saat ini sudah banyak pasien yang seharusnya tidak dapat bertahan hidup tetap bertahan hidup namun sesungguhnya mereka memiliki kondisi emosional yang perlu diberikan perhatian khusus karena apa yang mereka alami tidaklah mudah maupun ringan. Aspek psikologis inilah yang sering dilupakan oleh masyarakat bahkan oleh petugas kesehatan sendiri.
 
Salah satu hal yang paling sering ditemui pada pasien penderita penyakit kronik adalah mereka sering menderita suatu kondisi depresi.Para peneliti telah menyatakan bahwa apabila seseorang memiliki penyakit kronik, maka hal tersebut akan meningkatkan prevalensi daripada depresi atau depresi dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mendapatkan penyakit kronik, sehingga hal tersebut seperti lingkaran setan yang tidak akan berhenti.

Penyebab pasti daripada gangguan kesehatan mental mungkin masih belum diketahui secara sepenuhnya namun ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental. Berikut adalah beberapa faktor risiko menurut Center for Chronic Disease (CDC) yang mendukung terjadinya gangguan mental pada penyakit kronik : 






 
Kesehatan Mental Penyakit Kronis
Faktor Risiko
Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Sejarah Keluarga Kebiasaan makan yang buruk Umur
Kondisi hidup yang penuh dengan stress Kurangnya aktivitas fisik Sejarah keluarga
Mempunyai penyakit kronik Penggunaan tembakau
Pengalaman yang traumatik Penggunaan alkohol yang berlebihan
Penggunaan obat-obatan terlarang Faktor lingkungan
Kekerasan pada masa kanak-kanak Status sosioekonomi
Kurangnya dukungan sosial  
 


Walaupun seperti menyeramkan, sebenanya kesehatan mental dapat dijaga dan para petugas kesehatan maupun penderita dan keluarga dapat menggunakan berbagai macam strategi untuk membuat lingkungan kerjanya lebih mendukung untuk kesehatan fisik maupun mental secara keseluruhan sehingga seseorang dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Contohnya perilaku yang dapat dimodifikasi (seperti penggunaan rokok, aktivitas fisik yang kurang, nutrisi yang buruk) yang dapat menyebabkan beberapa penyakit kronik dan gangguan kesehatan mental dapat menjadi fokus maupun target dalam menjalankan program menuju kualitas hidup yang lebih baik

Bagi para petugas kesehatan penting sekali untuk memperhatikan kesehatan mental para pasien. Menurut Indinan Journal of Nephrology, ada beberapa guideline yang dapat digunakan para petugas kesehatan untuk penanganan psikologis bagi pasien dengan penyakit ginjal kronik.

Yang pertama pasien harus diberikan pengertian yang baik mengenai prosedur medis yang akan dijalaninya. Informasi yang akan diberikan kepada pasien mengapa pasien harus sangat jelas dan mudah dimengerti karena prosedur medis dapat menyebabkan rasa takut, gelisah, bingung dan iritasi dan menyebabkan perasaan ataupun pikiran negatif. Dengan memberikan informasi kita membantu untuk mengurangi rasa bingung, gelisah dan pasien dapat menjadi lebih terlibat dalam prosedur dan pengobatan dari awal.

Kedua, menurut The Indian Society of Nephrology diagnosis penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan beberapa reaksi emosional yang menimbulkan beberapa efek seperti berikut:

Screenshot 14
         
Yang ketiga, para petugas medis seharusnya memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakit dan pengobatannya, memfasilitasi pasien sesuai dengan adat dan budaya yang dianutnya, membangun social support terutama dari keluarga dan teman, memberi semangat pada pasien agar pasien mau berusaha untuk mengurus dirinya sendiri, dapat mengatur, memonitor dan menyemangati diri sendiri serta mendorong agar pasien mandiri dan tidak terlalu bergantung kepada orang lain.

Berikutnya adalah membantu pasien untuk menghadapi progresivitas daripada penyakitnya. Ketika penyakit dari pasien tersebut mengalami suatu progresivitas maka sebagai petugas ksehatan, kita harus membantu pasien untuk memberikan pilihan mengenai prosedur pengobatan, beradaptasi pada prosedur tersebut dan mengintegrasikan penyakit tersebut kedalam gaya hidup pasien tersebut.

 

 

Screenshot 15


           

Yang keenam adalah perlunya pemeriksaan kondisi psikologis pasien secara berkala terutama apabila pasien mengalami peningkatan frekuensi atau keparahan daripada keluhan, komplikasi baru daripada penyakit ginjal, tempat dialisis baru, baru memulai dialisis, perubahan modalitas maupun berpartisipasi dalam intervensi klinis maupun rehabilitasi (seperti konseling, peer support, edukasi, terapi fisik).Hal tersebut perlu dilakukan karena kesehatan mental yang buruk diasosiasikan dengan hasil outcome yang buruk pada penyakit ginjal kronik, penurunan fungsi ginjal dan komplikasi dari penurunan fungsi ginjal tersebut. Namun pemeriksaan kondisi psikologis tidak boleh dilakukan secara sembarangan, tapi harus menggunakan instrument survei yang sudah terstandarisasi sehingga hasilnya valid, dapat diandalkan, dapat diinterpretasikan dengan mudah dan mudah untuk dilakukan. Contohnya adalah WHOQOL-BREF, Dialysis Symptom Index (DSI), Beck Depression Inventory (BDI), Generalized Anxiety Disorder (GAD-7) dan Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI) quality.

           
Yang ketujuh adalah mengorganisasikan program edukasi pasien dengan tujuan yang sesuai dengan penyakit ginjal kronik menurut The Indian Society of Nephrology yakni:



  •       Mengandung informasi mengenai perjalanan penyakit dan pengobatan serta diet.

 

  •       Edukasi mengenai berbagai pilihan pengobatan

 

  •       Membantu pasien untuk mengatasi masalah sehari-hari seperti obat dan nutrisi

 

  •       Membantu pasien untuk mengutamakan perasaan dan mengkomunikasikan masalahnya  secara efektif

 

  •       Membantu pasien untuk memiliki kepercayaan diri dalam dirinya

 

  •      Menjadi support informal untuk anggota keluarga dan pasien




Dengan adanya program seperti ini maka menurut penelitian, pasien akan mengalami komplikasi daripada penyakit yang lebih sedikit, mendorong terjadinya perubahan emosional dan tingkah laku kearah yang lebih baik, membantu pada penderita penyakit ginjal kronik lainnya agar tidak menghabiskan banyak waktu untuk masalah ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan serta meningkatkan kesadaran pribadi pasien atas tanggung jawab , kemandirian dan partisipasi mengenai penyakit yang dideritanya.


Sebagai kesimpulan, dalam menangani penyakit ginjal kronik dibutuhkan tim dari berbagai bidang untuk merawat pasien-pasien seperti ini. Dibutuhkan nefrologis, dokter penyakit dalam, dokter umum, suster, teknisi, pengatur gizi, pekerja sosial, psikologi ataupsikiater, keluarga dan teman. Siapapun dapat berfungsi sebagai edukator pasien sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi masing-masing orang pada bidang tersebut. Namun aspek psikologis tidak boleh dianggap remeh karena walaupun aspek tersebut bukanlah aspek utama namun apabila dijalankan dengan baik dan benar dapat menghasilkan hasil yang luar biasa berguna bagi pasien, keluarga dan petugas kesehatan.





REFERENSI:

 

 

 

 

  • Baum A, Taylor S.E, & Singer JE (Eds). Handbook of psychology and health. Vol 4 Social psychological aspects of health. 1984. Hillsdale NJ: Earlbaum

 

  • Brannon L, Feist J. Health Psychology. An introduction to behaviour and health. 4th edition. 2000. Wadsworth Australia.

 

  • Edwards, S, Davis, P.(1997) Counseling children with chronic medical conditions. Communication and Counseling in Health Care Series.130:56-79.

 

  • Grumke J, King K. Missouri Kidney Program. Patient Education Program – a 10 year review. Dialysis and Transplantation 1994;9:978-87

 

  • Hoeger WWK, Turner LW, Hafen BQ. Wellness guidelines for a healthy life-style.3rd Edition, 2002, Wadsworth, Australia.

 

  • K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. 2002;39(2), Suppl 1: 161-9.

 

  • Taylor S. Health Psychology. 1995 McGraw-Hill Inc. New York



<<<< Kembali Ke Halaman Sebelumnya

© 2017 PT Masa Cipta Husada. All rights reserved