ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK
Menurut WHO, anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang rendah dalam darah. Anemia merupakan salah satu komplikasi yang hampir selalu terjadi pada penyakit gagal ginjal kronik (PGK). Di Amerika, menurut data USRDS 2010 angka kejadian anemia pada penyakit ginjal kronik stadium 1-4 adalah sebesar 51,8% dan kadar hemoglobin rata-rata pada penyakit ginjal kronik tahap akhir 9,9 g/dl. Di RS dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2010 anemia ditemukan pada 100% pasien baru saat pertama kali menjalani hemodialisis dengan Hb rata-rata 7,7 g/dl.
Anemia dapat menurunkan kualitas hidup, menurunkan fungsi dan kemampuan kerja jantung. Selain itu anemia juga dapat meningkatkan keparahan suatu penyakit, angka perawatan di rumah sakit dan angka kematian.
Penyebab Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik
Penyebab anemia pada penyakit ginjal kronik ada banyak faktor. Hormon eritropoetin dan zat besi berperan dalam pembentukan hemoglobin. Gangguan produksi hormon eritropoetin (EPO) diperkirakan sebagai penyebab utama anemia pada penyakit ginjal kronik. Hormon eritropoetin secara normal diproduksi di ginjal, sehingga pada penyakit ginjal kronik produksi hormon eritropetin terganggu.
Selain hormon eritropoetin, kurangnya kadar zat besi juga berkontribusi menyebabkan anemia pada penyakit ginjal kronis. Besi digunakan untuk pembentukan DNA, pembentukan hemoglobin, sel darah merah dan proses biokimia lainnya. Kurangnya kadar zat besi pada penyakit ginjal kronis dapat berupa :
- Kurangnya kadar zat besi absolut, dimana ditandai dengan kurangnya zat besi dalam sirkulasi darah dan kurangnya cadangan zat besi.
- Kurangnya kadar zat besi fungsional, dimana ditandai dengan kurangnya zat besi dalam sirkulasi darah, meskipun cadangan zat besi cukup.
Namun banyak faktor lain yang juga berkontribusi menyebabkan anemia pada PGK, antara lain umur sel darah merah yang memendek, kadar hormor paratiroid yang tinggi (hiperparatiroid berat), peradangan, infeksi, dan sebagainya.
Gejala-gejala Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik
Anemia dapat menimbulkan gejala-gejala antara lain lemah, lesu, sesak nafas, berdebar, disfungsi seksual serta mengurangi kualitas hidup.
Penanganan Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik
Berdasarkan penyebab anemianya, maka penanganan anemia pada penyakit ginjal kronik berupa:
- Pemberian hormon eritropoetin.
Pemberian hormon eritropoetin dilakukan dengan cara disuntikkan, karena sampai saat ini hormon tersebut tidak dapat dibuat dalam bentuk tablet atau kapsul. Pada penderita yang menjalani hemodialisis, pemberian suntikan hormon eritropoetin dilakukan pada saat hemodialisis.
Indikasi pemberian hormon eritropoetin adalah bila kadar Hb kurang dari 10 g/dl dan sebab-sebab lain anemia sudah disingkirkan. Syarat pemberian hormon eritropoetin adalah bila kadar zat besi dalam darah cukup.
Hormon eritropoetin tidak dapat diberikan pada penderita yang alergi terhadap hormon eritropoetin. Pemberian hormon eritropoetin perlu diawasi secara ketat atau ditunda bila ada perdarahan aktif dan tekanan darah tinggi yang berat (tekanan darah ≥ 180/110).
- Pemberian zat besi.
Zat besi ini juga diberikan dalam bentuk suntikan, karena dalam bentuk tablet tidak bisa diserap dengan baik didalam saluran cerna penderita yang menjalani hemodialisis rutin. Penyuntikan dilakukan pada saat hemodialisis.
Tujuan pemberian zat besi pada penderita hemodialisis yang mengalami anemia adalah untuk mengatasi anemia defisiensi zat besi dan mempertahankan kadar zat besi selama pemberian hormon eritropoetin.
Sebelum memulai pemberian zat besi, perlu dilakukan pemeriksaan SI (serum iron), TIBC (total iron binding capacity) melalui pemeriksaan laboratorium darah. Dari hasil pemeriksaan SI dan TIBC dapat dihitung nilai saturasi transferin (ST). Disebut defisiensi zat besi apabila nilai ST kurang dari 20%.
Diperlukan kadar zat besi yang cukup selama pemberian hormon eritropoetin, karena untuk dapat bekerja optimal, hormon eritropoetin membutuhkan zat besi.
- Pemberian transfusi darah.
Transfusi darah pada penderita penyakit ginjal kronik sedapat mungkin dihindari, hanya diberikan pada keadaan khusus, yaitu bila:
- Hb < 7 g/dl dengan atau tanpa gejala anemia.
- Hb < 8 g/dl dengan gangguan jantung yang nyata.
- Perdarahan dengan adanya gejala gangguan jantung yang nyata.
- Pasien yang akan menjalani operasi.
Pada pasien yang direncanakan untuk transplantasi ginjal (cangkok ginjal) pemberian transfusi darah sedapat mungkin dihindari.Beberapa risiko transfusi darah antara lain reaksi alergi, kelebihan volume darah, reaksi hemolitik (reaksi karena ketidakcocokan darah), transmisi penyakit infeksi (hepatitis, HIV, malaria, dll), kelebihan zat besi (iron overload).
- Hb < 7 g/dl dengan atau tanpa gejala anemia.
Daftar Pustaka
-
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI); Manajemen Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik, In: Konsensus, Jakarta; 2011
- Suwitra Ketut. Hidup berkualitas dengan hemodialisis (cuci darah) reguler edisi 2. Denpasar: Udayana University Press; 2016
- Jose P, Legie M, Jose JB, Aleix C. Anemia in Chronic Kidney Disease: From Pathophysiology and Current Treatments, to Future Agents [Internet]. Spain: 2021. Available from: https://doi.org/10.3389/fmed.2021.642296
- IW Sudhana. Patogenesis Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik [Internet]. Denpasar: 2017. Available from: simdos.unud.ac.id
- RM Hanna, E Streja, K Kalantar-Zadeh. Burden of Anemia in Chronic Kidney Disease: Beyond Erythropoetin [Internet]. USA: 2020. Available from: https://link.springer.com/article/10.1007/s12325-020-01524-6
Informasi Penulis:
dr. Deasy Kurniawati
PT. Masa Cipta Husada - Klinik Utama Niki Diagnostic Center
Jl. Gatot Subroto II No. 5, Denpasar, Bali
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.