PT Masa Cipta Husada

Apartemen Gading Mediterania Unit RK-26C, Kelapa Gading, Jakarta Utara

Telepon (Hunting)       : 021-30041050
Fax                             : 021-30041051

Customer Service       : 08788-487-7502
                                    (Whatsapp saja)

Email  : Customercare@dialysiscare.co.id
Website lainnya    :  dialysiscare.co.id







Klinik dan unit Hemodialisis kami tersebar di seluruh Indonesia

Unit Hemodialisis Terdekat

Bagaimana cara mendaftarkan diri ke klinik yang dikelola Masa Cipta Husada?

Syarat dan Ketentuan

Apakah anda tertarik untuk bekerjasama dengan kami mengelola Bisnis Hemodialisis ?

Bekerja Sama dengan Kami

Kunjungan Dirut BPJS Fachmi Idris ke Klinik HD Tidore

Berita Terbaru Kami

Ditulis oleh: dr. Rhama Patria Bharata ( Tim Medis PT. Masa Cipta Husada )

ramatestdepanRESIKO INFEKSI TUBERKULOSIS

Infeksi merupakan penyebab kedua mortalitas pada pasien hemodialisis setelah penyakit kardiovaskuler. Pasien HD terpapar berbagai jenis infeksi termasuk bloodborne infection (HBV, HCV HIV), dan airborne infection (tuberculosis)[1]

Tuberkulosis (TB) itu sendiri merupakan penyakit infeksi yang banyak ditemui di Indonesia. Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TBC dengan konfirmasi bakteriologis Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas. [2]

Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis mempunyai resiko 10-25 kali lebih tinggi terkena TB dibandingkan populasi umum. Resiko ini disebabkan karena : [3]

  1. Status imunokompromais pasien
  2. Darah terpapar selama treatment HD melalui akses vaskuler dan sirkuit ekstra korporeal.
  3. Jarak yang dekat antar pasien di dalam fasilitas dialisis.
  4. Kontak dengan petugas kesehatan yang sering berpindah antara pasien dan mesin.
  5. Sering dirawat baik untuk rawat inap maupun menjalani pembedahan.
  6. Kurang disiplin dalam menjalankan rekomendasi pencegahan infeksi.

Keterbatasan dalam penerapan standar pencegahan infeksi dapat terjadi karena

  1. Rasio perawat dengan pasien tidak seimbang.
  2. Kurangnya kompetensi staf HD.
  3. Kurangnya edukasi pasien dan keluarga.
  4. Kurangnya peralatan pencegahan infeksi.
  5. Desain ruang HD yang terlalu sempit dan tidak ada sistem isolasi yang dibutuhkan.
  6. Urgensi pada kasus komplikasi dialisis, misalnya pada kasus life-threatening, kadang mengorbankan standard precautions.

 

KEBIJAKAN ISOLASI PADA PELAYANAN DIALISIS

Berdasarkan CDC, ruang isolasi hanya digunakan untuk pasien dengan HBsAg positif. Virus hepatitis B dapat survive pada permukaan benda sekitar 7 hari dan penularan dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Permukaan benda dapat terkontaminasi virus hepatitis B dalam jumlah tinggi meskipun tidak terlihat adanya cairan, darah, atau lainnya. Oleh sebab itu perlu dilakukan disinfeksi yang ketat dan isolasi untuk menghindari kontaminasi. [6] [7]

CDC dan K-DIGO tidak merekomendasikan pengkhususan mesin, isolasi pasien, dan pelarangan reuse pada pasien HD dengan infeksi hepatitis C, namun harus disiplin pada universal precautions dan sterilisasi mesin dialisis. Begitu juga dengan pasien HIV, transmisi HIV pada layanan dialisis sangat jarang dan dapat dihindari dengan penerapan standar prosedur pencegahan infeksi. CDC merekomendasikan tidak melakukan reuse dializer pasien HIV namun tidak merekomendasikan isolasi mesin dan pasien. [6] [7]

Kebijakan mengenai pasien dengan airborne disease tidak banyak dibahas di K-DIGO. CDC menyebutkan TB paru sangat infeksius yang dapat ditransmisikan melalui udara. Tindakan pencegahan airborne disease perlu diterapkan pada kasus TB paru di unit dialisis. Treatment pasien dilakukan pada ruangan Airborne Infection Isolation Room (AIIR). Sistem exhaust udara dari dalam ruangan isolasi tidak disirkulasikan kembali, atau jika dilakukan resirkulasi udara, harus melalui High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter. [4]

Periode isolasi minimal pada pasien TB paru (termasuk TB mediastinum, laringeal, pleural, dan milier) adalah sampai dengan ada bukti bakteriologi negatif pada 3 waktu apusan sputum, atau 14 hari setelah memulai pengobatan yang efektif, dan diikuti peningkatan kondisi klinis (batuk berkurang, demam berkurang, infiltrat paru berkurang, dan penurunan jumlah bakteri tahan asam pada apusan sputum. [4]

Isolasi pasien TB dengan ventilasi khusus tersebut tidak diperlukan pada kasus pasien TB yang memenuhi kriteria sebagai berikut [5]

  1. Pasien TB aktif yang telah menerima pengobatan anti-tuberkulosis efektif paling sedikit 14 hari dengan peningkatan kondisi klinis, atau
  2. Hasil bakteriologi sputum SPS menunjukkan hasil negatif, atau
  3. Pada pasien suspek MDR-TB, apusan sputum menunjukkan hasil negatif sebanyak 3 kali berturut-turut setiap minggunya dan menunjukkan hasil kultur negatif.

Petugas dialisis harus menggunakan universal precaution (masker, gloves), pasien mengenakan masker terutama pada pasien yang batuk tidak terkontrol, dan melakukan edukasi personal hygiene pada pasien dan keluarga. [5]

 

SKRINING TUBERKULOSIS

Skrining pada seluruh pasien HD direkomendasikan oleh APIC, CDC, KDOQI and ERBP. Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada pasien yang memiliki faktor resiko sebagai berikut [7] :

  1. Hidup di daerah endemik TB
  2. Terdapat faktor resiko sosial atau lingkungan seperti bekerja di sektor kesehatan, terpapar lingkungan penjara, pernah terpapar TB, gelandangan, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk skrining dan menegakkan diagnosis TB adalah berupa [7] :

  1. Foto thoraks
  2. Tuberkulin Skin Testing (TST)
  3. Interferon Gamma Release Assay (IGRA)
  4. Pewarnaan Acid Fast Bacilli pada sputum
  5. Kultur sputum
  6. NAT testing

 

KESIMPULAN

  1. Isolasi pada pelayanan dialisis hanya wajib dilakukan untuk pasien dengan HBsAg positif.
  2. Pasien TB paru aktif yang terindikasi dialisis sebaiknya tidak dilakukan treatment hemodialisis bersama dengan pasien lain, melainkan dilakukan di dalam ruangan isolasi dengan ventilasi khusus (Airborne Infection Isolation Room).
  3. Pasien TB paru tidak aktif yang terindikasi dialisis boleh dilakukan treatment hemodialisis di ruangan biasa, dengan tetap memperhatikan universal precaution yaitu penggunaan masker dan personal hygiene.
  4. Pada pasien yang memiliki faktor resiko tuberkulosis, perlu dilakukan skrining foto toraks dan Tuberkulin Skin Testing (TST).

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. 2003. Tuberculosis Transmission in a Renal Dialysis Center https://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5337a4.htm
  2. Pusdatin Kemenkes RI. 2018. Infodatin Tuberkulosis 2018. https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/18101500001/infodatin-tuberkulosis-2018.html
  3. Cohn D.L., O’Brien R.J., Geiter L.J., Gordin F.M., Hershfield E., Horsburgh C.R., Jereb J.A., Jordan T.J., Kaplan J.E., Nolan C.M., Starke J.R., Taylor Z., Villarino M.E., 2000. Targeted Tuberculin Testing and Treatment of Latent Tuberculosis Infection. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine 2000;161:S221--S247.
  4. 2012. Menu of Suggested Provisions For State Tuberculosis Prevention and Control Laws. https://www.cdc.gov/tb/programs/laws/menu/isolation.htm
  5. Wong T. Y., Chen H., Philip L.I., Mak S.K., Fung S., Yung R., Tong K.L., Tsang D., Lai R., Leung Y.H., Lee S., Law M.C., Tang S., Kwan T.H., Yuen M.F., Lam E., Ng A., Tsang C. 2018. Infection Control Guidelines on Nephrology Services in Hong Kong. 2018. Infection Control Branch, Centre for Health Protection, Department of Health, Hong Kong.
  6. Fenves A.Z., Medical Management of the Dialysis Patient: Infectious Complications . https://www.renalandurologynews.com/home/decision-support-in-medicine/nephrology-hypertension/medical-management-of-the-dialysis-patient-infectious-complications/
  7. Center for Medicaid and State Operations Survey and Certification Group. 2009. ESRD Conditions for Coverage Frequently Asked Questions. https://www.cms.gov/Medicare/Provider-Enrollment-and-Certification/SurveyCertificationGenInfo/downloads/SCLetter09_56.pdf

Pelayanan Hemodialisis oleh PT Masa Cipta Husada

dr Ruli Aulia

PT Masa Cipta Husada menyediakan layanan cuci darah gratis (menggunakan BPJS),  swasta,  dan asuransi.

Terapi hemodialisis sendiri tidak lepas dari komplikasi berbagai penyakit menahun yang di derita oleh pasien.Terbukti dari semakin meningkatnya kejadian gagal ginjal kronis di Indonesia yang dipercaya dalam 1,000,000 penduduk, terdapat 400 pasien gagal ginjal yang membutuhkan perawatan intensif secara terus-menerus.

Dengan komitmen untuk mencapai layanan kesehatan terbaik dan disukai, PT Masa Cipta Husada akan terus berkembang agar bisa melayani lingkup masyrakat yang lebih luas. 

1Kebijakan Mutu

Memberikan layanan kesehatan yang unggul melalui komitmen
              untuk mencapai terapi terbaik.


2ISO & Kualitas

Mendapat pengakuan internasional menjadi bukti komitmen kami
              membentuk pelayanan terbaik.

 

3Perubahan yang Terus Menerus & Umpan Balik

PT Masa Cipta Husada siap menerima umpan balik agar bisa terus
berkembang ke arah yang lebih baik.

"Saya belajar bahwa mereka yang paling berbahagia adalah mereka yang memberikan pelayanan terbaik untuk orang lain."

-Booker T. Washington

PT Masa Cipta Husada bekerja sama dengan :

logo3.jpglogo7.jpglogo2.jpgsansin2.jpglogo8.jpglogo5.jpglogo1.jpglogo6.jpglogo4.jpglogo3.jpglogo7.jpglogo2.jpgsansin2.jpglogo8.jpglogo5.jpglogo1.jpglogo6.jpglogo4.jpg

Pembukaan Unit Hemodialisis Terbaru oleh PT Masa Cipta Husada


GrandOpeningMben Mboi






OpeningElisabeth

© 2017 PT Masa Cipta Husada. All rights reserved